Bangunan – bangunan Bersejarah di
Indonesia
Istana Maimun
Istana
Maimun telah dinobatkan sebagai bangunan terindah di Kota Medan, Sumatera
Utara. Terletak di kawasan Jl. Brigjen Katamso, istana megah ini selesai
dibangun sekitar tahun 1888 dan merupakan warisan dari Sultan Deli Makmun Al
Rasyid Perkasa Alamsyah. Sapuan warna kuning pada gedung ini merupakan warna
khas Melayu.
Arsitekturnya yang unik adalah daya tarik utama dari Istana Maimun.
Pengaruh Eropa terlihat jelas pada balairung atau ruang tamu, jendela, pintu
dan sebuah prasasti di depan tangga yang bertuliskan huruf Latin, berbahasa
Belanda. Sedangkan, ciri Islam muncul pada atapnya yang bergaya Persia yang
melengkung, style yang banyak dijumpai pada bangunan-bangunan di kawasan Timur
Tengah.
Bagian dalam Istana Maimun juga menarik untuk disusuri. Di balik
dinding-dindingnya yang kokoh, terdapat puluhan kamar yang tersebar di dua
lantai. Kemegahan pun terlihat pada singgasana, lampu kristal Eropa, kursi,
meja maupun lemari. Foto-foto keluarga, senjata-senjata kuno, termasuk ruang
penjara, juga ada di istana ini. Walaupun masih menyimpan benda-benda bernilai
sejarah, Istana Maimun masih membolehkan wisatawan untuk berkunjung dan
menikmati kemegahan sekaligus menyelami kejayaan Kesultanan Deli masa lalu.
Mesjid Raya Medan
Mesjid
Raya Medan yang berdiri angkuh tak jauh dari Istana Maimun adalah bangunan yang
juga menjadi jejak kejayaan Deli. Dibangun pada tahun 1906, semasa pemerintahan
Sultan Makmun Al Rasyid, mesjid ini masih berfungsi seperti semula, yaitu
melayani umat muslim di Medan yang ingin beribadah.
Kubahnya yang pipih dan berhiaskan bulan sabit di bagian puncak, menandakan
gaya Moor yang dianutnya. Seperti mesjid lainnya, sebuah menara yang menjulang
tinggi terlihat menambah kemegahan dan religiusnya mesjid ini. Aplikasi lukisan
cat minyak berupa bunga-bunga dan tumbuhan yang berkelok-kelok di dinding,
plafon dan tiang-tiang kokoh di bagian dalam mesjid ini, semakin menunjukkan
tingginya nilai seni mesjid ini.
Mesjid Istiqlal
Jakarta
yang serba modern dan dipenuhi gedung kaca, ternyata masih memiliki bangunan
bersejarah dengan desain yang indah, yaitu Mesjid Istiqlal. Rumah ibadah umat
muslim yang megah ini telah lama menjadi salah satu landmark Jakarta. Kokoh
berdiri di atas areal seluas 9,5 hektar dan berkapasitas hingga 8.000 orang,
mesjid hasil karya arsitek Indonesia, F Silaban ini, pernah menjadi yang
terbesar di Asia Tenggara, sekaligus menjadi kebanggaan umat muslim Ibukota dan
Indonesia. Dibangun pada masa-masa awal kemerdekaan, mesjid ini memang
melambangkan kemerdekaan, sesuai dengan arti dari nama yang disandangnya.
Mesjid Istiqlal mempunyai sebuah kubah raksasa berwarna putih yang
bentuknya seperti bola dibelah dua. Layaknya mesjid lain di dunia, Mesjid
Istiqlal ini juga dilengkapi sebuah menara yang tingginya menggambarkan jumlah
ayat yang ada pada kitab suci Al Qur’an. Sebuah bedug raksasa ikut menambah
keunikan mesjid ini. Ukurannya yang amat besar, menobatkan bedug ini sebagai
bedug terbesar di Indonesia!
Gereja Katedral
Gereja
Katedral yang berada tak jauh dari Mesjid Istiqlal adalah bangunan berdesain
unik yang selalu menjadi perhatian wisatawan. Usia bangunan bergaya neo gothic
ini memang sudah lebih dari seabad. Tidak heran bila bangunan ini ditetapkan
sebagai salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi kelestariannya.
Walaupun begitu, Gereja Katedral yang resmi digunakan pada tahun 1901 ini,
masih berdiri kokoh dan elegan di tengah “berisiknya” Jakarta. Keunikan dari
gereja hasil rancangan seorang pastornya yang bernama, Antonius Dijkmans ini,
terlihat pada dua menara yang mengapit pintu masuk. Di atas menara tersebut ada
dua menara kecil lain yang tersusun dari rangkaian besi. Demikian juga dengan
menara ketiga. Pada puncak setiap menara terdapat lonceng kuno yang dibuat
sekitar tahun 1800 sampai awal 1900-an.
Gedung Sate
Di Kota
Bandung yang sejuk, Anda juga bisa menjumpai sebuah bangunan dengan arsitektur
yang lain dari yang lain. Dibangun pada era kolonial Belanda, Gedung Sate,
demikian gedung ini banyak disebut, merupakan salah satu daya tarik yang ada di
Kota Kembang. Nama Gedung Sate sendiri muncul karena sebuah ornamen yang
terlihat seperti tusuk sate di puncak menara utamanya.
Gedung Sate hasil rancangan Ir.J.Gerber, arsitek kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delf Nederland dan timnya ini, selesai dibangun pada tahun 1924.
Gedung Sate hasil rancangan Ir.J.Gerber, arsitek kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delf Nederland dan timnya ini, selesai dibangun pada tahun 1924.
Bangunan ini mengadopsi gaya arsitektur era Renaissance Italia. Namun, pada
bagian tengahnya terdapat menara bertingkat yang mirip dengan atap meru atau
pagoda. Oleh sebab itulah, kalangan arsitek menilai bahwa Gedung Sate memiliki
rancangan yang “berani beda” dan tak populer di zamannya.
Kini, di depan bangunan ini terdapat sebuah monumen untuk mengenang
gugurnya para pejuang Jawa Barat saat mempertahankan Gedung Sate dari serangan
pasukan Gurka. Setiap hari Minggu atau hari libur nasional, gedung ini selalu
dipenuhi wisatawan.
Usai menikmati kemegahan gedung ini dari luar, Anda bisa menuju menaranya
untuk menyaksikan benda-benda bersejarah. Atau bisa juga sekadar bersantai di
kafe yang ada di gedung ini sambil menikmati suasana dan udara Kota Bandung
yang sejuk dan segar.
Lawang Sewu
Membahas
tentang arsitektur atau bangunan tua di Indonesia, tentu tak bisa lepas dari
sebuah bangunan legendaris yang berdiri kokoh di Kota Semarang, tepatnya di
kawasan Simpang Lima, yaitu Lawang Sewu. Bangunan yang artinya adalah “seribu
pintu” ini, sesungguhnya bukan nama sebenarnya yang diberikan untuk bangunan
ini.
Nama tersebut menjadi legendaris karena banyaknya jumlah pintu yang
terdapat pada gedung keno ini. Dahulu, Lawang Sewu yang bergaya art deco adalah
kantor perusahaan kereta api Belanda, NV Nederlandsch Indische Spoorweg
Mastshappij (NIS) dan bangunan ini merupakan salah satu karya terbaik arsitek
Prof. Jacob K. Klinkhamer dan B.J. Oudang.
Pemerintah Kota Semarang sendiri telah menetapkan Lawang Sewu sebagai salah
satu gedung yang dilindungi. Predikat ini layak disandang oleh Lawang sewu
karena gedung ini juga merupakan saksi sejarah Indonesia saat pecahnya perang
sengit selama 5 hari di Semarang, antara Angkatan Muda Kereta Api melawan
kompetai dan Kido Buati, Jepang.
Gereja Blendug
Sebagai
bangsa yang paling lama “menduduki” negeri ini, Belanda juga meninggalkan
jejaknya di Kota Semarang. Coba saja lihat kawasan kota lama yang ada di
Ibukota Provinsi Jawa Tengah itu. Anda akan menjumpai banyak bangunan tua yang
bergaya masa kolonial. Dari sekian gedung yang berjajar di tepi jalan, Gereja
Blendug adalah salah satu bangunan tua yang menarik.
Dibangun sekitar tahun 1753 oleh komunitas Belanda yang dulu menghuni
kawasan ini, Gereja Blendug merupakan gereja tertua di Jawa Tengah yang masih
terawat sampai sekarang. Blendug sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti
kubah, mengacu pada atap yang ada di gereja ini.
Bentuk atapnya yang melengkung dan berwarna merah, terasa kontras dengan
dindingnya yang dicat warna putih. Empat pilar kokoh serta menara kembarnya
yang khas di bagian depan juga menjadi ciri khas gereja yang kini bernama resmi
GPIB Immanuel ini. Gereja Blendug telah menjadi ikon Kota Semarang dan selalu
menjadi lokasi persinggahan wisatawan sejarah maupun para pecinta fotografi.
Mesjid Agung
Palembang
Palembang
tak hanya terkenal dengan pempek atau kain songketnya. Kota di tepian Sungai
Musi ini juga dihiasi bangunan dengan arsitektur mengagumkan seperti terlihat
di Mesjid Agung Palembang.
Berlokasi tak jauh dari Plaza Benteng Kuto Besak, di Kota Palembang,
Sumatera Selatan, Mesjid Agung Palembang mulai dibangun ketika Palembang
dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo, tepatnya tahun 1738.
Pada zamannya, mesjid ini dipercaya sebagai salah satu rumah ibadah terbesar
yang pernah ada.
Meski digarap oleh seorang arsitek Eropa, pengaruh Cina ikut muncul pada
wajah mesjid ini. Hal itu ditandai oleh bentukan limas dan hiasan ornamen khas
Cina pada sejumlah atapnya. Paduan dua budaya ini menjadi ciri khas Mesjid
Agung Palembang dan membuat banyak pelancong terkagum-kagum. Sebuah akulturasi
budaya yang bisa tetap berdampingan dan saling mengisi.
Taman Sari
Taman
bunga yang indah. Begitulah kira-kira arti dari nama Taman Sari. Areal
pemandian ini merupakan kompleks bangunan yang sangat indah dan menjadi aset
Keraton Yogyakarta. Dibangun setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, tempat
ini memang didesain sebagai tempat pengasingan diri Sultan Yogyakarta dan
keluarganya dari hiruk pikuk dunia. Meskipun sempat luluh lantak terguncang
gempa, saat ini Taman Sari sudah kembali terlihat cantik.
Taman Sari memang dirancang sedemikian rupa agar bisa menghadirkan
ketenangan bagi siapapun yang berada di dalamnya. Bangunan ini juga
mencerminkan style yang multikultur (Portugis, Belanda, Cina, Jawa, Hindu,
Buddha, Nasrani, dan Islam). Kolam mungil dengan air mancurnya yang jernih dan
pohon-pohon berbunga, menambah keasrian tempat ini. Sekaligus menjadikannya
sebagai lokasi peristirahatan yang sempurna.
Tongkonan
Selain
bangunan peninggalan kolonial, Indonesia juga memiliki sejumlah rumah adat
dengan bentuk atau desain yang unik. Bangunan ini memang bukan karya seorang
arsitek era modern yang menguasai segudang teori. Melainkan kreasi sekelompok
manusia yang masih mencintai serta menjunjung tinggi adat istiadat yang
diwariskan oleh leluhurnya. Dan Tongkonan, rumah adat masyarakat Tana Torja di
Sulawesi Selatan, adalah salah satunya.
Tongkonan memang memiliki ciri khas tersendiri dibanding rumah adat
lainnya. Rumah ini berupa rumah panggung dari kayu. Atapnya yang terbuat dari
susunan bambu yang dilapisi ijuk hitam serta bentuknya yang melengkung seperti
perahu telungkup, membuat rumah ini mirip dengan Rumah Gadang, rumah adat
masyarakat Minang atau Batak. Dinding rumah yang terbuat dari kayu, juga diukir
dengan aneka ukiran khas Toraja.
Ciri lain yang paling menonjol pada Tongkonan adalah adalah kepala kerbau
beserta tanduknya yang meliuk indah yang disusun pada sebuah bang utama di
depan setiap rumah. Jumlah kepala kerbau yang ada di setiap rumah bisa berbeda.
Semakin banyak “hiasan” ini di sana, maka semakin tinggi derajat keluarga yang
tinggal di dalamnya. Karenanya. Tongkonan juga menjadi salah satu daya tarik
wisata Tator dan banyak diminati para pecinta foto.
Jembatan Mahakam
Bicara
soal arsitektur tak terbatas hanya pada bangunan, rumah atau gedung. Nah, untuk
kategori ini, Jembatan Mahakam 2 atau yang juga dikenal dengan Jembatan
Tenggarong di Kalimantan Timur, menjadi salah satu pilihan.
Melintang di atas Sungai Mahakam di tepian Kota Tenggarong, jembatan ini
adalah yang ke dua setelah Jembatan Mahakam I yang berada di tengah Kota
Samarinda. Namun demikian, Jembatan Mahakam 2 mempunyai desain yang menarik
dibanding “saudara tuanya” atau jembatan lainnya di Nusantara. Jembatan ini
tergolong suspension cable bridge dan berdesain nyaris sama dengan Golden Gate
di San Francisco, Amerika Serikat.
Wajar saja bila jembatan yang membentang sejauh sekitar 710 meter ini tak
hanya berfungsi sebagai sarana transportasi, tapi juga menjadi daya tarik bagi
wisatawan yang berkunjung ke Tenggarong. Menjelang senja, lampu-lampu yang
terpasang pada tiang dan kebel-kabelnya akan menyala dan menyajikan sebuah
panorama yang
Borobudur
Kata candi berasal dari kata candika
yaitu nama lain dari istri dewa Siwa (Hindu) yaitu Dewi Durga Mahesasuramardini
yang dilambangkan sebagai dewi kematian. Jadi fungsi candi di Indonesia
khususnya candi Hindu selain untuk beribadah tetapi juga sebagai pemakaman raja
atau tempat menyimpan abu jenazah raja. Berbeda dengan fungsi candi di India
yang hanya untuk beribadah saja sehingga penamaannya juga bukan candi tapi
kuil. Berbeda dalam candi Budha yang kemungkinan hanya untuk beribadah saja
karena tidak ada tempat didalamnya untuk menyimpan abu jenazah. Dalam candi
Hindu abu jenazah disimpan di dalam badan candi (bagian bawah candi) di dalam
yoni yang ditutup oleh lingga yang diatas lingga terdapat patung dewa. Yoni
adalah sebuah batu berbentuk persegi yang memiliki lubang ditengah dan lingga
adalah batu panjang bulat yang nantinya dimasukan kedalam lubang yoni. Yoni
adalah perlambangan perempuan dan lingga adalah perlambangan laki-laki keduanya
adalah perlambangan kesuburan dalam agama Hindu.
Borobudur dibangun antara
tahun 780 M dan 825 M oleh dua raja Saylendra yaitu Wisnu dan Samaratungga.
Makna dari nama Borobudur diturunkan dari nama Bhumisambharabhaudara
yang berarti ‘Gunung kumpulan kebajikan pada tahap’. Maksudnya gunung kebajikan
pada 10 tahap untuk menjadi Bodhisatva. Penyebutan gunung pada Borobudur sesuai
dengan letaknya yang berada diatas bukit.
Borobudur memiliki tinggi 34,5
m. Bentuk bagian dasarnya adalah bujursangkar dengan sisi berpanjang 123 m.
Borobudur ini memiliki keunikan-keunikan tertentu. Selain melambangkan agama
Budha, Borobudur juga mengakomodasi ritual-ritual agama nenek moyang dengan
bentuknya yang berteras-teras mirip dengan punden berundak yang digunakan untuk
pemujaan terhadap roh nenek moyang ( kepercayaan animisme dan dinamisme).
Jika dilihat dari atas,
Borobudur akan terlihat seperti persegi yang memiliki tiga tingkatan. Tiga
tingkatan dalam borobudur memiliki arti :
Tingkat paling bawah
(kamadhatu), menunjukan dimana manusia didominas oleh hasrat nafsunya. Ini didasarkan
pada relif yang terdapat di dinding tingkat paling bawah.
Tingkat tengah (rupadhatu),
menunjukan dimana manusia dapat mengalahkan hasrat nafsunya namun masih
tergantung kepada bentuk fisiknya. Ini sesuai dengan relif yang terdapat di
dinding tingkat tengah.
Tingkat atas (arupadhatu),
menunjukan dimana manusia bebas dari semua ikatan fisik dan emosi. Hal ini
sesuai dengan tiga teras yang melingkar dan stupa tengah yang terbesar.
Patung-patung di Borobudur
tidak mungkin patung nabi Sulaiman alaihisalam karena wujud patung tersebut
adalah patung Budha yang sama dengan patung-patung Sidharta Gautama (Budha)
yang lainnya di seluruh dunia. Namun nilai penting dari patung Budha yang belum
terselesaikan di stupa tengah tetap menjadi sebauh misteri. Selain itu
ajaran-ajaran yang terdapat dalam relif Borobudur adalah ajaran Budha.
Keraton Sultan Hongkubuwono
Yogyakarta
Keraton yogya
adalah istana milik Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Istana ini didirikan
oleh Sultan Hamengkubowono I. Istana ini juga pernah menjadi istana negara pada
masa pemerintahan Sultan Hamengkubowono IX. Pada saat itu Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) menjadi pemerintahan pusat Indonesia alias ibukota Indonesia.
Tetapi pemindahan ibukota itu tidak lama dan akhirya pemerintahan pusat di
kembalikan ke Jakarta lagi. Di sana, juga terdapat alun-alun yang di tengah
alun alun tersebut ada beringin kembar yang konon katanya beringin tersebut
sama sehingga di sebut beringin kembar. Tetapi sekarang beringin kembar
tersebut sudah tidak terlalu terlihat kembar. Di sini, juga terdapat museum
kereta keraton yang di dalamnya ada kereta kereta milik Sultan Yogyakarta.
Asal mula
Kasultanan Jogjakarta diawali ketika pada tahun 1558 M Ki Ageng Pamanahan
mendapatkan hadiah sebuah wilayah di Mataram dari Sultan Pajang karena jasanya
telah mengalahkan Aryo Penangsang. Pada tahun 1577, Ki Ageng Pemanahan yang
tetap selalu setia pada Sultan Pajang sampai akhir hayatnya, membangun
istananya di Kotagede. Penggantinya, Sutawijaya, anak Ki Ageng Pemanahan,
berbeda dengan ayahandanya. Sutawijaya menolak tunduk pada Sultan Pajang dan
ingin memiliki daerah kekuasaan sendiri bahkan menguasai Jawa.
Setelah
memenangkan pertempuran dengan Kerajaan Pajang, pada tahun 1588, Mataram
menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan yang bergelar Panembahan
Senopati. Kerajaan Mataram mengalami perkembangan pesat pada masa kekuasaan
Sultan generasi keempat, Sultan Agung Hanyokrokusumo. Setelah Sultan Agung
wafat dan digantikan putranya, Amangkurat I, Kerajaan Mataram mengalami konflik
internal/konflik keluarga yang dimanfaatkan oleh VOC hingga berakhir dengan
Perjanjian Giyanti pada bulan Februari 1755 yang membagi Kerajaan Mataram
menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Jogjakarta.
Dalam
perjanjian tersebut, dinyatakan Pangeran Mangkubumi menjadi sultan Kasultanan
Jogjakarta dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwana I. Sejak tahun 1988 hingga
sekarang, Kasultanan Jogjakarta dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwana X. Keraton
Jogjakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
Perjanjian Giyanti. Lokasi keraton konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang
bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring- iringan
jenazah raja-raja Mataram yang akan dimakamkan di Imogiri.
Versi lain
menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang
ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Jogjakarta, Sultan Hamengku
Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Lokasi Keraton Jogjakarta berada di antara
Sungai Code di sebelah timur dan Sungai Winongo di sebelah barat serta Panggung
Krapyak di sebelah selatan dan Tugu Jogja di sebelah utara. Lokasi ini juga
berada dalam satu garis imajiner Laut Selatan dan Gunung Merapi.
Tambahan
Fahmi Basya juga mengasumsikan bahwa buah pahit yang
terdapat dalam al Quran adalah buah Maja yang diidentikan dengan kerajaan
Majapahit. Yang selanjutnya dijadikan buah bibir atau pembicaraan (buah mulut).
Dalam hal ini Fahmi Basya menyiratkan bahwa keberadaan Majapahit hanya
diketahui dari buah bibir saja (cerita rakyat). Menurut hemat saya, buah mulut
berarti cerita atau legenda yang diturunkan secara turun temurun yang faktanya
tidak ada seperti cerita Sangkuriang dan Malin Kundang. Namun kerajaan
Majapahit memiliki bukti yang sangat kuat bukan hanya cerita legenda dengan
ditemukannya prasasti-prasasti keraton dan candi-candi. Jadi pendapat Fahmi
Basya tentang Majapahit sebuah legenda adalah salah karena terdapat bukti-bukti
yang kuat.
Kemudian tentang banjir besar yang diturunkan Allah
dihubungkan dengan gletser (es) yang mencair di kutub utara dan kutub selatan sehingga
menenggelamkan sebagian negri saba kurang tepat. Secara kronologis (urutan
waktu) mencairnya gletser (es) terjadi beberapa ribu tahun sebelum masehi
sedangkan candi Borobudur dan istana Ratu Boko dibuat pada abad ke 8 masehi dan
9 masehi. Jadi antara banjir dalam al Quran tidak ada hubunganya dengan
dibangunnya Borobudur.
Masjid Saka Tunggal ( 1288 )
Masjid saka tunggal berada di Desa Cikakak Kecamatan Wangon dibangun pada th. 1288 sebagaimana terukir di
guru saka ( pilar utama ) masjid. Tetapi saat membuat masjid ini lebih jelas ditulis didalam buku-buku kiri oleh beberapa pendiri masjid ini yaitu Kyai Mustolih. Namun buku-buku ini sudah hilang bertahun-tahun yang
lantas. Tiap-tiap tanggal 27 rajab diselenggarakan ziarah di Masjid serta bersihkan makam Kyai Jaro Mustolih. Masjid ini terdapat ±30 km dari kota Purwokerto. Dimaksud saka tunggal karena untuk membangun tiang yang dipakai untuk membentuk cuma satu tiang ( tunggal ). Menurut Bapak Sopani salah satu pengurus masjid bahwa pilar tunggal melambangkan bahwa Allah hanya satu. Di sebagian area ada hutan pinus serta hutan yang lain dihuni oleh ratusan monyet jinak serta ramah, seperti di daerah Sangeh Bali.
2. Masjid Wapauwe ( 1414 )
Masjid ini tetap terurus dengan baik. Umumnya bangunan aslinya juga disimpan sebagian benda warisan layaknya drum, catatan tangan Alqu'ran, karakter skala batu yang beratnya 2,5 kg, juga logam hiasan serta membaca huruf arab di dinding.
Masjid ini juga tetap berperan sebagai area doa masyarakat. Bila drum atau beduk dipukuli, maka suaranya dapat terdengar hingga seluruh desa, mengundang orang
untuk datang ke Masjid untuk berjamaah.
3. Masjid Ampel ( 1421 )
Masjid Ampel merupakan Masjid kuno
yang ada dibagian utara kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel, serta didekatnya ada kompleks makam
Sunan Ampel. Sekarang Masjid Ampel merupakan di antara tempat tujuan wisata religi di Surabaya. Masjid ini dikelilingi oleh bangunan berarsitektur Tiongkok dan Arab.
Di samping kiri halaman Masjid Ampel, ada sebuah sumur bertuah, umumnya dipakai oleh mereka yang meyakini
untuk penguat janji atau sumpah.
Masjid saka tunggal berada di Desa Cikakak Kecamatan Wangon dibangun pada th. 1288 sebagaimana terukir di
guru saka ( pilar utama ) masjid. Tetapi saat membuat masjid ini lebih jelas ditulis didalam buku-buku kiri oleh beberapa pendiri masjid ini yaitu Kyai Mustolih. Namun buku-buku ini sudah hilang bertahun-tahun yang
lantas. Tiap-tiap tanggal 27 rajab diselenggarakan ziarah di Masjid serta bersihkan makam Kyai Jaro Mustolih. Masjid ini terdapat ±30 km dari kota Purwokerto. Dimaksud saka tunggal karena untuk membangun tiang yang dipakai untuk membentuk cuma satu tiang ( tunggal ). Menurut Bapak Sopani salah satu pengurus masjid bahwa pilar tunggal melambangkan bahwa Allah hanya satu. Di sebagian area ada hutan pinus serta hutan yang lain dihuni oleh ratusan monyet jinak serta ramah, seperti di daerah Sangeh Bali.
2. Masjid Wapauwe ( 1414 )
Masjid ini tetap terurus dengan baik. Umumnya bangunan aslinya juga disimpan sebagian benda warisan layaknya drum, catatan tangan Alqu'ran, karakter skala batu yang beratnya 2,5 kg, juga logam hiasan serta membaca huruf arab di dinding.
Masjid ini juga tetap berperan sebagai area doa masyarakat. Bila drum atau beduk dipukuli, maka suaranya dapat terdengar hingga seluruh desa, mengundang orang
untuk datang ke Masjid untuk berjamaah.
3. Masjid Ampel ( 1421 )
Masjid Ampel merupakan Masjid kuno
yang ada dibagian utara kota Surabaya, Jawa Timur. Masjid ini didirikan oleh Sunan Ampel, serta didekatnya ada kompleks makam
Sunan Ampel. Sekarang Masjid Ampel merupakan di antara tempat tujuan wisata religi di Surabaya. Masjid ini dikelilingi oleh bangunan berarsitektur Tiongkok dan Arab.
Di samping kiri halaman Masjid Ampel, ada sebuah sumur bertuah, umumnya dipakai oleh mereka yang meyakini
untuk penguat janji atau sumpah.
4. Masjid Agung Demak ( 1474 )
Masjid Agung Demak di antara Masjid yang tertua di indonesia. Masjid ini terdapat di Desa Kauman, Demak,
Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai area berkumpulnya beberapa ulama atau Wali penyebar Agama Islam, dimaksud juga Walisongo, untuk mengulas penyebaran Agama Islam di tanah
Jawa terutama serta indonesia biasanya. Pendiri Masjid ini
diperkirakan yaitu Raden Patah, yakni raja pertama dari Kesultanan Demak, pada kurang lebih abad ke-15 masehi. Masjid ini memiliki bangunan-bangunan induk serta serambi. Bangunan induk mempunyai empat tiang utama yang dimaksud Saka
Guru. Tiang ini konon datang dari serpihan-serpihan kayu, hingga dinamai ‘saka tatal’. bangunan serambi adalah bangunan terbuka. Atapnya berupa limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka
Majapahit. Didalam lokasi kompleks Masjid
Agung Demak, ada sebagian makam
raja-raja kesultanan demak dan beberapa abdinya. Disana juga
museum, yang diisi beragam perihal
mengenai kisah berdirinya Masjid Agung Demak.
5. Masjid Sultan Suriansyah ( 1526 )
Masjid Sultan Suriansyah merupakan masjid bersejarah yang disebut
masjid tertua di Kalimantan Selatan.
Masjid ini dibangun pada saat
pemerintahan Tuan Guru ( 1526-1550 ), raja banjar yang pertama masuk Islam. Masjid ini berada di utara Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara.
Banjarmasin merupakan sebuah tempat yang dikenal sebagai Banjar Lama adalah ibukota Kesultanan Banjar untuk pertama kalinya. Arsitektur konstruksi serta atap tumpang tindih, sebagai masjid
bergaya tradisional Banjar. Style Masjid tradisional di Banjar,
mihrabnya mempunyai atap sendiri terpisah dengan bangunan utama. Masjid ini dibangun di pinggir sungai di kecamatan Kesehatan.
6. Masjid Menara Kudus ( 1549 )
Masjid Menara Kudus ( disebut juga sebagai Masjid Al Aqsa serta Masjid Al Manar ) yaitu masjid yang dibangun
oleh Sunan Kudus pada th. 1549 Masehi atau th. 956 Hijriah, gunakan batu dari Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama berada di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Masjid ini berwujud unik, dikarenakan mempunyai menara yang sama bangunan candi. Masjid ini merupakan perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.
7. Masjid Agung Banten ( 1552-1570 )
Masjid Agung Banten terhitung sebagai masjid tua yang penuh nilai sejarah. Di setiap harinya masjid ini ramai dikunjungi beberapa peziarah yang datang tidak cuma dari Banten serta Jawa Barat, namun juga dari beragam tempat di Pulau Jawa. Masjid Agung Banten terdapat di kompleks bangunan masjid di desa Banten Lama, kurang lebih 10 km sebelah utara kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin ( 1552-1570 ), sultan pertama Kasultanan Demak. Ia merupakan putra pertama Sunan Gunung Jati.
8. Masjid Mantingan ( 1559 )
Masjid Mantingan merupakan masjid kuno di desa Mantingan, kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini dilaporkan didirikan di kesultanan
Demak Pada th. 1559. Didirikan oleh ubin lantai tinggi ditutup dengan Cina buatan sendiri, dan juga kereta api undakannya. Seluruhnya didatangkan dari Makao. Hubungan atap bangunan style China. Dinding luar serta dalamnya dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru, tengah dinding sebelah area imam serta pendeta itu dihiasi dengan relief
persegi bergambar margasatwa, serta
penari penari diukir di batu kuning tua. Pengawasan pekerjaan konstruksi masjid ini tidak lain yaitu Babah Liem Mo Han. Didalam kompleks masjid ada makam Sultan Hadlirin,
suami dari Kanjeng Ratu Kalinyamat dan adik ipar Sultan Trenggono, penguasa paling akhir Demak. Disamping itu ada juga makam Waliullah Mbah Abdul Jalil, yang disebut juga Syekh Siti Jenar.
9. Masjid Al-hilal Katangka ( 1603 )
Masjid ini dibangun pada th. 1603 masehi pada saat pemerintahan Taja Gowa-24, aku manga’ragi daeng-
manrabbiakaraeng lakiung, Sultan Alauddin. Lantas pada th. 1605 masehi, masjid ini betul-betul diubah untuk dinamakan Masjid Katangka. Masjid berukuran 14, kali susunan 14, 4 mtr. serta sesuatu bangunan tambahan 4, kali 14, 4 mtr.. Tinggi bangunan 11, 9 mtr. serta 90 mtr. dinding tebel, bahan baku dari batu bata dengan atap ubin juga lantai porselen. Lokasi di Katangka, Gowa.
10. Masjid Tua Palopo ( 1604 )
Masjid Tua Palopo, didirikan oleh Raja Luwu bernama Sultan Abdullah Matinroe pada th. 1604 m, masjid yang mempunyai luas 15 m2 ini dinamakan orang tua, dikarenakan umur yang telah tua. Namun nama palopo diambil dari kata didalam bahasa Bugis serta Luwu mempunyai dua makna, yakni : pertama, penganan yang terbuat dari campuran beras ketan serta air gula. Kedua, memasukkan pasak didalam lubang tiang bangunan. Kedua arti mempunyai hubungan dengan sistem pembangunan Masjid Tua Palopo ini.